Thursday, October 4, 2007

Hati-Hati Jika Pulang Kampung Pakai Sepeda Motor

Hari Raya Idul Fitri tinggal hitungan hari. Semua pihak pasti sedang mempersiapkan segala hal untuk menyambut Hari Kemenangan ini bersama sanak-saudara. Bagi yang akan mudik atau pulang kampung pun pasti persiapannya tentu harus benar-benar matang, apalagi yang mengambil keputusan untuk pulang kampung naik motor.

Menurut catatan media, diperkirakan 2,4 juta pemudik tahun ini akan menggunakan sepeda motor. Sehingga bisa dibayangkan seperti apa suasana jalan-jalan di sepanjang jalur yang akan dilalui oleh pemudik bermotor roda dua ini. Yang juga harus diwaspadai asebenarnya adalah tingkat kerawanan kecelakaan, serta suhu udara yang diperkirakan lebih panas dibandingkan dengan tahun lalu.

Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar perjalanan dengan sepeda motor bisa lebih aman dan nyaman. Pertama, kondisi fisik pengendara harus sehat dan fit. Perjalanan jauh akan sangat melelahkan, selain itu terpaan angin yang sangat kencang seiring dengan laju kecepatan berkendara, juga bisa menyebabkan badan tidak sehat.

Kedua, kondisi sepeda motor kita juga harus fit, soalnya perjalanan mudik bisa terhambat jika kendaraan kita bermasalah.Ada baiknya, sebelum mudik sepeda motor Anda dibawa ke bengkel resmi untuk dicek kesiapannya. Ketiga, sebaiknya Anda menggunakan jaket pengaman dan helm yang full face serta sarung tangan yang memadai dan jangan membawa barang bawaan terlalu banyak.

Tentu saja yang juga tidak kalah penting adalah meningkatkan kewaspadaan dan ekstra hati-hati karena kecelakaan bisa menimpa siapa saja, di mana saja. Oleh sebab itu, dengan diiringi doa dan mohon ijin Tuhan Yang Maha Baik, semoga Anda bisa selamat sampai di tempat tujuan, kampung halaman. Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Thursday, August 30, 2007

Jangan Adili Penulis Surat Pembaca

Konsumen yang menulis komplain surat pembaca di media cetak biasanya ditanggapi dengan baik oleh produsen dengan membalas surat pembaca yang sama dengan tambahan pernyataan mohon maaf dan terima kasih. Namun demikian, akhir-akhir ini ada kecenderungan produsen yang tidak puas, juga melakukan gugatan ke pengadilan dengan berbagai argumentasi.

Tindakan kriminalisasi produsen terhadap konsumen yang menulis surat pembaca ini sangat disayangkan. Seharusnya produsen menggunakan mekanisme Hak Jawab dan atau Hak Koreksi – sesuai dengan UU Pokok Pers. Sepanjang produsen mempunyai data dan fakta yang cukup untuk membuktikan bahwa pemberitaan tersebut tidak benar, maka ia akan mampu memulihkan nama baiknya.

Bagi produsen, menggunakan mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi merupakan hal yang fair, efektif, professional, dan sangat dihargai. Komunitas pembaca juga akan memberikan penghargaan yang tinggi atas kejujuran dan kesatriaan dalam menyelesaikan permasalahan secara fair dan professional. Sehingga -– meskipun punya uang –- sebenarnya produsen tidak perlu menghabiskan energi, waktu, dan biaya yang tidak perlu, dengan mengajukan penyelesaian permasalahan yang muncul akibat penulisan surat pembaca, ke tempat lainnya.

Dalam perspektif marketing dan komunikasi bisnis, tindakan melakukan kriminalisasi terhadap penulis surat pembaca justeru bisa kontra produktif. Selain menimbulkan kebencian dari para konsumen yang juga dirugikan, juga bisa menimbulkan bencana korporasi bila para penulis surat pembaca lainnya turut bersimpati merasakan ‘penganiayaan’ yang dilakukan produsen. Bukan tidak mungkin media cetak mem-blow-up persoalan ini, dan memancing penulis surat pembaca lainnya untuk melakukan solidaritas.

Rasanya, tidak mungkin penulis surat pembaca untuk menghancurkan produsen. Mereka menulis surat pembaca umumnya karena merasa didzolimi atau pun dirugikan baik secara material maupun non material. Paling maksimal tuntutannya adalah ganti rugi – sesuatu garansi yang sebenarnya wajar diberikan oleh produsen kepada konsumennya.

Oleh sebab itu, para penulis surat pembaca pun tidak perlu ciut dan kecil hati sehingga ragu-ragu untuk menulis surat pembaca hanya karena takut digugat atau diadukan ke pengadilan. Sepanjang menulis berdasarkan realita dan cita-cita untuk memperbaiki keadaan yang berguna bagi kepentingan maryarakat luas, tentunya tidak masalah. Bahkan, ini juga berarti Anda berhati mulia karena turut melakukan pengawasan, kritik dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum – yang juga merupakan amanat pers.

Surat Pembaca ini dimuat di Harian Sinar Harapan, Kamis, 30 Agustus 2007.

Sunday, August 19, 2007

Siapa Peduli Wirausahawan Mikro ?

Kasihan para wirausahawan mikro (tukang koran, tukang permen, usaha kaki lima) dengan modal kecil. Mereka tidak mampu membayar sewa, sehingga hal yang sangat mungkin dilakukan adalah menggelar dagangannya di lapak-lapak pinggir jalan. Mungkin, terlihat kurang rapi, tetapi siapa yang peduli ?

Para wirausaha mikro tersebut belum tentu salah, apalagi kalau Pemda tidak menyediakan lahan gratis (atau minimal semurah mungkin) kepada mereka. Padahal, para wirausahawan mikro tersebut hanya berjuang untuk bisa menafkahi keluarganya, dan itu pun tidak gampang. Mengapa ? penyebabnya banyak hal. Ini, beberapa diantaranya.

Pertama, soal persaingan. Mereka harus bersaing antar teman untuk berebut lahan untuk menggelar barang dagangannya. Apalagi bila barang dagangan yang dijual sama, tentu persoalan kecil bisa memperuncing hubungan antar teman sesama wirausawan mikto. Belum lagi, jika tidak memperoleh lahan, pastilah terbayang, akan pulang dengan tangan hampa.

Kedua, soal petugas. Berjualan di tempat-tempat “terlarang” meskipun sudah memberikan tips untuk oknum, tetap saja setiap saat was-was diuber-uber petugas – yang juga sesama rakyat kecil. Ketidaknyamanan ini nyaris menjadi teman dan sahabat para wirausahawan mikro setiap hari. Tentu akan menjadi kemewahan, bila perasaan negatif ini bisa disingkirkan.

Begitulah, persoalan yang dihadapi oleh para wirausahawan mikro – yang perannya terlihat jelas, tetapi penghargaannya sangat minimal – ini tidak gampang. Pemda sendiri, tidak memiliki action plan yang menjadi solusi bagi mereka. Meskipun terlambat, saatnya Pemda melakukan konsentrasi terhadap penataan tempat-tempat yang strategis untuk digunakan sebagai lahan untuk berjualan pada usaha mikro.

Bila perlu Pemda melakukan negosiasi terhadap pemilik lahan-lahan kosong di tempat perkotaan untuk “digunakan sementara” oleh para wirausaha mikro. Daripada dibiarkan menganggur dan tidak ada nilai manfaatnya. Apalagi nasib “jatah lahan” untuk para wirausahawan mikro yang kabarnya disediakan oleh para pengembang semakin tidak kelihatan komitmennya.

Tolonglah, berikan ruang untuk bisa mencari nafkah bagi wirausahawan mikro. Terima kasih.

Surat Pembaca ini dimuat di Situs Rakyat Merdeka, Minggu, 19 Agustus 2007.

Sunday, August 12, 2007

Harapan Untuk Gubernur dan Wakil GubernurDKI yang Baru

Meskipun Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) belum mengumumkan secara resmi siapa yang menjadi Gubernur dan Wakil Gubenur yang akan memimpin DKI Jakarta, namun perhitungan cepat atau quick count berbagai lembaga survey terkemuka telah memastikan pasangan Fauzi Bowo dan Pijanto sebagai gubernur yang baru. Artinya, pengumuman KPUD nanti pasti tidak akan jauh beda dengan hasil survey tersebut.

Kemenangan Bang Fauzi/Mas Pri tentu membawa harapan baru bagi warga Jakarta. Yang sangat mendasar, tentunya Gubernur/Wagub baru diharapkan mampu memberi rasa nyaman serta mampu mensejahterakan warganya.

Kenyamanan harus diupayakan agar terciptanya rasa aman, tertib, tentram, dan damai. Kedamaian adalah harapan semua warga Jakarta, karena warga dapat merasakan sebuah suasana yang kondusif sehingga terbentuk harmonisasi warga, tanpa ada gesekan sosial yang dapat merusak keharmonisan.

Kesejahteraan masyarakat juga harus dapat diupayakan lebih baik, sehingga warga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara berkecukupan. Gubernur/Wagub baru harus mampu mewujudkan derajat kehidupan penduduk Jakarta yang sehat, layak, dan manusiawi.

Tentu saja, semua warga Jakarta ingin agar Bang Fauzi dan Mas Pri dapat merealisasikan harapan-harapan tersebut. Syukur-syukur bisa direalisasikan dalam waktu dekat karena warga Jakarta pasti akan mendukung pemimpin yang juga memikirkan nasib masyarakatnya. Mudah-mudahan.

Surat Pembaca ini dumuat di Rakyat Merdeka Dotcom, Kamis, 9 Agustus 2007.

Wednesday, August 1, 2007

Solidaritas Untuk Loper Media Cetak

Entah apa yang ada dalam pikiran Pandu Keadilan PKS sehingga mereka tega “menganiaya” rakyat kecil yaitu loper media cetak – yang sering dipanggil pengecer koran atau tukang koran. Seharusnya, loper-loper itu bisa berjualan untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya, namun karena dia dibawa ke Kantor Polisi Polsek Duren Sawit terpaksa roda ekonominya berhenti sejenak. Hal itu terjadi hanya gara-gara loper-loper itu mengedarkan tabloid Jakarta Untuk Semua.

Terus terang, berita di media ini soal dibawanya loper koran ke kantor polisi mengundang banyak pertanyaan. Mengapa Pandu Keadilan PKS bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat kecil ? Di manakah nurani kepanduan dan keadilannya, kok bisa-bisanya mereka bertindak demikian ? Bukankah kegiatan tangkap-menangkap hanya bisa dilakukan oleh aparat hukum -- itupun harus dengan kasus yang jelas ? Bukankah ada Dewan Pers yang akan menindak tabloid tersebut, jika yang dipermasalahkan isi tabloid?

Sesungguhnya mencari nafkah sebagai loper pun tidak gampang. Berjualan di tempat umum juga tidak nyaman karena seringkali diuber-uber tramtib. Padahal jika aman berjualan pun belum tentu laku – apalagi jika hujan mengguyur. Kini, ancaman yang lebih besar menghadang para loper, karena dengan kejadian kemarin membuktikan bahwa siapa saja ternyata bisa mengganggu loper.

Sebagai bentuk solidaritas kita kepada loper, marilah kita melindungi dan memberikan keadilan kepada rakyat kecil. Apabila ada pelanggaran hukum dalam penerbitannya, biarlah polisi dan Dewan Pers yang menuntaskannya. Tindakan main hakim sendiri, sungguh bukan tindakan yang bijaksana karena hanya memperparah periuk nasi para loper. Mudah-mudahan kejadian tragis yang menimpa loper tidak terulang lagi.

Solidaritas untuk Guru “Killer“ dari Bulungan

Hari-hari ini pastilah hari yang menyesakkan dada bagi seorang AR, guru salah satu SMU di Bulungan ( Jakarta ). Beberapa waktu lalu, hampir semua siswa-siswinya menggelar aksi demo menuntut pemecatan guru tersebut yang dianggap "killer" oleh mereka. Yang mengundang keprihatinan kita, dalam bidikan kamera media cetak siswa-siswi SMU Bulungan terlihat bangga dapat melakukan aksi tersebut.

Padahal dengan aksinya itu -- entah disadari atau tidak – secara beramai-ramai mereka telah melakukan penganiayaan ekonomi yang lebih besar kepada guru tersebut dan keluarganya. Rasanya tidak mungkin seorang guru memiliki niat jahat bagi siswa-siswanya. Kalau pun galak pastilah motivasinya baik – yaitu untuk menegakkan kedisiplinan agar kelak anak didiknya menjadi orang yang sukses.

Wajar, jika kita heran mengapa Kepala Sekolah tidak bisa mendeteksi persoalan ini secara lebih dini ? Bukankah masalah tersumbatnya kreatifitas siswa dapat diselesaikan di forum guru atau forum musyawarah yang juga harusnya menyelesaikan aneka masalah siswa - guru ? Mengapa hal demikian, tidak berjalan baik ?

Jika aksi siswa-siswinya kemudian sukses menggusur guru “killer” tersebut, inilah tanda-tanda kehancuran dunia pendidikan nasional kita. Apalagi jika aksi demo siswa-siswi SMU tersebut menginspirasi dan menyemangati siswa-siswa sekolah lainnya untuk melakukan hal yang sama. Bukan tidak mungkin, nantinya siswa-siswa dengan dukungan finansial orangtua murid dapat seenaknya menggusur guru-guru yang “killer” atau yang tidak disukai.

Akibatnya, yang tersisa hanyalah guru-guru yang duduk manis dengan Kepala Sekolah yang kehilangan solidaritas korps guru dan minim jiwa kepemimpinan. Akibatnya, kita akan semakin kesulitan mencari pendidik yang berwibawa -- yang seharusnya menjadi panutan kita semua. Entah apa jadinya wajah pendidikan kita nanti...

Surat Pembaca ini dimuat di Harian IndoPos, Rabu (1 Agustus 2007), halaman 4.

Monday, July 23, 2007

Solidaritas Untuk Mardian,Pemulung dan Pengamen Jalanan

Bahaya terus mengintai anak jalanan. Mardian (13 tahun) – bocah pemulung kejang-kejang dan tak sadarkan diri setelah dipukuli para preman. Pengamen jalanan itu dianiaya di kawasan Pegangsaan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dia dipukuli secara bergantian di kepala, leher, dan punggung. Hanya karena Mardian ogah memberikan upeti setelah memulung besi di kawasan yang dikuasai preman itu.

Begitulah media cetak menggambarkan nasib tragis pemulung yang tinggal bersama neneknya (75 tahun), karena sudah ditinggal ayahnya ke alam baka, sementara ibunya kawin lagi dan kini entah dimana. Kami sungguh bersedih dan prihatin karena premanisme sudah memakan korban anak-anak yang berjuang menghidupi diri sendiri dan keluargnya. Bisa jadi Mardian tidak sendirian, namun masih banyak lagi Mardian-Mardian lain yang juga memerlukan perhatian kita.

Dalam konteks solidaritas kita kepada Mardian, maka kami menyampaikan beberapa harapan dan himbauan sebagai berikut. Pertama, agar polisi dan pihak-pihak yang berwajib segera melakukan tindakan hukum, dengan menangkap dan memenjarakan para preman yang sangat keterlaluan itu. Kedua, meminta dengan sungguh-sungguh agar pihak Rumah Sakit (RS) Salianti Saroso yang merawat Mardian, agar membebaskan dari segala biaya yang harus ditanggung Mardian dan keluarganya, mengingat kondisi finansialnya benar-benar memerlukan uluran tangan pihak rumah sakit.

Ketiga, kami menghimbau agar para dermawan memberikan solidaritasnya dalam bentuk dukungan moral maupun material kepada Keluarga Mardian. Silahkan menyalurkan bantuan langsung kepadanya atau pun melalui aparat di lingkungannya. Kami mencatat alamat rumah Mardian (sebagaimana dikutip media cetak), yaitu : Kampung Mangga, RT 3 Rw 3, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara.

Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan perhatian kepada anak-anak – baik itu kepada keluarga sendiri maupun keluarga orang lain. Selamat Hari Anak Nasional.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Republika, 25 Juli 2007).

Thursday, July 19, 2007

Dukungan Kepada UMKM Harus Lebih Nyata dan Jangan Politis

Hampir semua orang paham bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan potensi yang sangat penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Selain jumlahnya besar, UMKM juga menyebar ke pelosok pedesaan. Berdasarkan data BPS (2006) jumlah UMKM mencapai 48,9 juta atau 99,9% total pelaku usaha di Indonenesia.

Potensi yang besar tidak selalu tanpa masalah. UMKM pada saat ini justeru menghadapi masalah-masalah yang besar. Terutama soal keterbatasan kepemilikan asset produksi, permodalan, rendahnya kemampuan SDM, terbatasnya pengakuan dan jaminan keberadaan UMKM, rendahnya nilai tukar komoditi yang dihasilkan, terbatasnya akses pasar, rendahnya produktifitas, dan terdapatnya pungutan-pungutan yang tidak proporsional.

Di tengah-tengah banyaknya persoalan yang membelit itulah, kini usaha UMKM dihadapkan pada ancaman global yang tidak kalah besar. Terutama serbuan UMKM asing yang juga merangsek masuk ke Indonesia untuk merebut pasar domestik, tentu saja hal demikian menjadi bencana yang sangat berbahaya bagi UMKM kita. Menjadi tidak masalah, jika kita memiliki daya saing yang tinggi, tetapi kalau tidak, tentu juga menjadi persoalan serius.

Di sinilah urgensi keberadaan Pusat Inovasi UMKM yang diharapkan dapat menjadi elemen penting yang bisa mendorong peningkatan daya saing sehingga UMKM kita memiliki tingkat survival yang tinggi. Sudah saatnya, semua pihak memberikan dukungan kepada UMKM secara lebih nyata. Bukan hanya dengan statemen politis, namun dengan keberpihakan yang benar-benar kongkrit sehingga manfaatnya dirasakan langsung oleh pengusaha UMKM.

(Surat Pembaca ini dimuat di : Rakyat Merdeka Dotcom)

Friday, July 13, 2007

Bupati Cilacap Harus Perhatikan Jalan Raya Perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah

Bupati Cilacap harus memiliki kepedulian dan perhatian yang lebih baik untuk membangun wilayah Cilacap, terutama di sepanjang jalan di kawasan yang berbatasan dengan Kota Banjar dan Kabupaten Ciamis, Jawa barat.

Terus terang, sebagai orang yang lahir di (perbatasan) Jawa Tengah, kami prihatin dan malu jika kita menyusuri sepanjang jalan raya jalur selatan dari arah Banjar (Jawa Barat) ke arah Majenang (Jawa Tengah) yang perbatasannya dibelah oleh Sungai Citanduy.

Mengapa ? Karena terasa benar bedanya. Jalan di sepanjang lintasan tersebut. Di sepanjang jalan Tasikmalaya, Ciamis, Banjar sampai dengan perbatasan Jawa Tengah, jalan rayanya mulus -- tanpa ada lubang maupun jalan yang tidak beraturan. Sebaliknya, dari perbatasan menuju Majenang, jalan rayanya berlubang dan tidak rata.

Alangkah baiknya, jika Bupati Cilacap dapat memprioritaskan jalan raya di perbatasan ini sebagai program yang utama, sehingga perjalanan dari Jawa Barat ke Jawa-Tengah, tidak terasa bedanya. Syukur2 bisa lebih mulus, sehingga perjalanan di lintasan tersebut bisa lebih nyaman. Terima kasih

(Surat Pembaca dimuat dalam bentuk berita di Suara Merdeka Dotcom)

Thursday, May 10, 2007

Pemimpin Harus Berani Pasang Badan untuk Rakyat

Di tengah-tengah kesulitan warga menghadapi berbagai persoalan masyarakat, seringkali para pemimpin kita bersikap cuek dan tidak peduli. Bahkan tidak jarang sikap dan tindakan mereka justeru menyusahkan rakyatnya.

Banyak kisah menceritakan hal tersebut, misalnya dalam kasus penggusuran tempat usaha mikro, penertiban pengemis, razia pekerja seks komersial (PSK), dan sebagainya.
Sehingga boleh dikatakan, sangat sulit mencari pemimpin atau birokrat atau pejabat yang berani pasang badan untuk melindungi kepentingan warganya.

Pernyataan Gubernur DKI Sutiyoso yang mengemukakan dirinya siap pasang badan sampai titik darah penghabisan untuk membela puluhan ribu masyarakat Kelurahan Meruya Selatan, Jakarta Barat -- yang terancam eksekusi tanah -- sungguh sikap yang sangat gentlement dan memiliki nilai spirit leadership yang luar biasa.

Sikap seperti ini sudah sangat jarang ditemukan dalam diri para pemimpin kita, sehingga pernyataan Sutiyoso seperti oase di padang gurun. Dalam kontekstual kekinian yang sedang mengalami krisis kepemimpinan, kita menantikan sikap-sikap kepemimpinan nasional yang siap pasang badan untuk rakyat dan bergandengan tangan melawan kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan hukum.

Semoga para pemimpin nasional pun mau belajar dari Sutiyoso.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Sinar Harapan, Senin, 15 Mei 2007).

Monday, April 23, 2007

Resuffle Kabinet Harus Membawa Kebaikan

Rencana resuffle kabinet oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata disikapi publik secara beragam. Banyak pengamat yang menilainya sebagai resuffle bimbang, karena implementasinya sangat lambat dari perkiraan publik.

Namun terlepas dari apapun harapan publik, resuffle kabinet, sesungguhnya merupakan hak Presiden SBY untuk mengeksekusinya secara bijaksana. Terus terang, pilihan presiden utk melakukan resuffle kabinet ini merupakan momentum penting karenanya harus membawa kebaikan bagi bangsa dan rakyat Indonesia.

Selama ini, ternyata rakyat Indonesia dikelola oleh pemerintahan yang menteri-menterinya banyak yang sakit. Bukan itu saja, sejumlah menteri juga diberitakan bermasalah sehingga dianggap tidak memiliki komitmen yang baik untuk penegakan hukum yang berkeadilan.

Tidak mengherankan, meskipun pencitraan pemerintahan yang bersih digemboar-gemborkan, namun nuansa penegakan hukum yng tebang pilih, sangat kental dirasakan.
Kinilah saatnya Presiden SBY diuji kembali untuk membuat keputusan strategis melakukan resuffle kabinet yang bersandarkan kepada hati nurani rakyat.

Tujuannya, agar SBY mampu memilih menteri-menteri yang juga berhati nurani rakyat utk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan sosial. Jangan lagi kita dikelola oleh orang yang sakit, maupun dipimpin oleh mereka yang bermasalah dengan persoalan hukum, apalagi memiliki track record buruk. indonesia.

Marilah kita dukung Presiden SBY untuk melakukan resuffle kabinet, sepanjang membawa kebaikan bagi bangsa dan rakyat Indonesia.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Berita Kota, Kamis, 25 April 2007).

Thursday, April 12, 2007

Kasus IPDN Lebih Besar dari Sekedar Persoalan Kriminal

Kasus penganiayaan -- mungkin lebih tepat pembunuhan – terhadap Cliff Muntu, praja (siswa) tingkat II Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tidak cukup diselesaikan secara kriminal maupun pemotongan siswa satu generasi. Akar persoalan yang membelit IPDN pasti jauh lebih besar dari sekedar persoalan kriminal.

Melokalisir persoalan IPDN pada sebatas masalah kriminal biasa dan pemotongan satu generasi, hanya menyelesaikan persoalan di permukaan, tetapi tidak menyelesaikan secara menyeluruh. Penyelesaian masalah kriminal saja, bisa berulang pada kasus-kasus kriminal berikutnya.

Kasus IPDN mengundang pertanyaan, kemana larinya hari nurani para siswa IPDN yang menganiaya sesama siswa yang sama-sama berangkat dari kampung halamannya ? Dalam pikiran kita, siswa yang pergi merantau biasanya memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, mengapa hal demikian tidak terjadi di IPDN ?

Penyebabnya, pasti IPDN memiliki sistem pendidikan yang salah, dan system itu masih dilestarikan oleh pemerintah RI. Sangat sulit diterima akal sehat kita, bagaimana mungkin siswa lugu yang berasal dari kampung tiba-tiba menjadi beringas, dan sukses menjadi pembunuh. Dan, itu terjadi setelah mereka masuk dalam sistem pendidikan di IPDN.

Oleh sebab itu, kalau IPDN tidak dibubarkan atau tetap akan dipertahankan keberadaanya, sebaiknya pemerintah (dalam hal ini Depdagri dan Depdiknas) segera merubah sistem pendidikan yang ada, secara menyeluruh dengan orientasi menghasilkan birokrat yang menerapkan prinsip-prinsip good governance, dan dijauhkan dari sikap premanisme dan korupsi.

Sedangkan, penyelesaian secara hukum, tidak cukup pada pihak-pihak yang melakukan penganiayaan saja, tetapi sebaiknya menyeret langsung para pejabat IPDN yang terbukti tidak mampu menjaga keselamatan siswa. Dengan demikian, mudah-mudahan, tidak ada lagi siswa yang kehilangan nyawa secara sia-sia.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Sinar Harapan, Jumat, 13 April 2007).

Siapa Peduli Loper?

Boleh dikatakan, tiada hari tanpa loper. Itulah profesi yang dilakukan oleh para loper pemasar berbagai produk media cetak: surat kabar, tabloid, dan majalah. Terbitnya koran setiap hari pagi dan sore) dipastikan akan menyulitkan para loper untuk beristirahat sejenak.

Mengapa demikian? Loper memahami betul falsafah time is money. Jika mengambil libur, otomatis penghasilannya pun ikut libur. Begitulah beban berat yang dipikul loper. Padahal sebagai manusia biasa, loper pun harus memiliki kesempatan dan waktu untuk libur dan bersukacita bersama keluarganya.

Oleh sebab itu, adanya Loper's Day yang diprakarsai oleh Yayasan Loper Indonesia (YLI) sangat membantu loper untuk melepas kepenatan sementara. Cita-cita YLI yang ingin memberikan sukacita dan kegembiraan kepada para loper, tentunya harus didukung bersama-sama.

Masa depan loper memang bukan hanya menjadi tanggung jawab dirinya sendiri. Semua pihak -termasuk penerbit yang memiliki produk, pemerintah yang memiliki space lapak untuk berjualan- juga harus turut berpartisipasi untuk menyejahterakan para loper ini. Demikian juga konsumen media cetak yang memperoleh manfaat langsung mendapatkan informasi via perantaraan loper, perlu memiliki kepedulian yang sama.

Melalui Loper's Day 2007, kami hanya bisa menyampaikan terima kasih kepada Sang Loper, pahlawan penyalur informasi, dan juga kepada mereka yang peduli untuk memberikan suka cita kepada loper. Semoga loper Indonesia semakin jaya!

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Suara Pembaruan, Senin, 26 Maret 2007)

Air Sumber Kehidupan

Begitu banyaknya manfaat air bagi kehidupan manusia, membuat kita seringkali menyepelekan kehadirannya di lingkungan kita. Kita baru peduli terhadap air, tatkala menyaksikan atau mengalami sendiri bencana yang diakibatkan oleh air : kekeringan, air pam mati, kehausan, saluran air yang tersendat, bahkan banjir.

Kita sering lupa bahwa bahaya yang dibawa oleh air juga berasal dari ulah manusia sendiri. Kita seringkali tidak amanah dalam menjaga dan melestarikan alam di hulu sana . Penggundulan hutan yang semena-mena dan betonisasi daerah resapan air menjadi akar semua masalah yang berkaitan dengan air – yang sesungguhnya juga sudah kita ketahui bersama.

Oke, kita tidak usaha saling menyalahkan. Justeru mari membangun kesadaran bersama untuk menyelamatkan air demi masa depan kehidupan anak-cucu kita, melalui upaya pelestarian alam dan lingkungannya. Selamat Hari Air Sedunia, di bulan Maret 2007 ini.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Suara Karya, 13 Maret 2007).

Mengapa Bang Yos Disalahkan ?

Banjir belum surut semuanya, namun tudingan demi tudingan yang bernada menyalahkan sudah mulai ramai disampaikan oleh para opinion leader. Baik, dari kalangan masyarakat, maupun dari kalangan partai dan lembaga swadaya masyarakat. Bahkan, sampai ada yang sampai menggelar demo banjir segala.

Seperti biasa, tudingan diarahkan telak kepada Sutiyoso alias Bang Yos, Gubernur DKI Jakarta yang bertanggungjawab terhadap permasalahan di kota metropolitan ini. Persoalannya, apakah dengan menyalahkan Bang Yos, kemudian banjir akan mereda, dan tidak akan ada banjir lagi ?

Banjir saat ini maupun banjir bandang yang (mudah-mudahan tidak) terjadi di masa mendatang dapat dipastikan tidak mungkin bisa diselesaikan oleh Pemda DKI semata-mata. Peran serta masyarakat yang berada di daerah rawan banjir pun perlu terlibat aktif, melakukan antisipasi menjelang banjir. Simulasi antisipasi banjir perlu dilakukan, di saat-saat tidak banjir agar pada saat terjadi bencana, jumlah korban pun bisa diminimalisir.

Pemerintah pusat juga harus “nyemplung” dan turun tangan melakukan koordinasi antar wilayah, karena asal-usul dan penyebab banjir bukan hanya disebabkan oleh orang-orang maupun sumber daya alam di Jakarta saja. Adanya banjir kiriman dari Bogor, Cianjur atau Depok memerlukan koordinasi dengan pemerintahan di daerah setempat untuk melakukan antisipasi banjir dengan jalan memperbaiki infrastruktur di wilayah tersebut. Begitu juga jika sungai terbesar di Tangerang meluap, imbasnya juga ke Jakarta.

Bang Yos dalam berbagai kesempatan menggulirkan ide penanganan masalah ibukota secara megapolitan. Artinya, perlu ada penanganan terpadu antar wilayah di Jabodetabek agar persoalan-persoalan di ibukota dapat diselesaikan lebih cepat dan lebih baik. Koordinasi antar wilayah yang menjadi daerah penyangga ibukota harus dilakukan, untuk menghapus egoisme wilayah yang hanya menambah beban persoalan ibukota.

Peranan pemerintah pusat dalam konteks megapolitan ini tentu sangat diperlukan, namun sayangnya partisipasinya masih nol besar. Melihat kenyataan ini, haruskah Bang Yos menanggung beban semua kesalahan di akhir masa jabatannya ini ? Tentu tidak. Lebih bijak kita semua berpikir jernih untuk mencari solusi terbaik mengatasi banjir dan permasalahan ibukota lainnya.

(Surat Pembaca ini dimuat di Koran Tempo, Senin, 12 Februari 2007, Halaman A 11.)

Stop Sengketa dan Perdebatan, Mari Bantu Korban Gempa

Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJak) atau Komunitas Penulis Surat Pembaca Se-Jabodetabek, bersama ini menghimbau kepada seluruh komponen bangsa, untuk melakukan tindakan nyata sebagai berikut :

Pertama, menghentikan melakukan tindakan provokatif yang menjurus kepada persengketaan dan perdebatan yang tidak produktif – yang tentunya hanya menjadi beban bangsa.

Kedua, marilah semua pihak yang bersengketa atau berbeda pandangan untuk bersama-sama, bahu-membahu membantu korban gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah, melalui tindakan nyata

Ketiga, segala upaya yang Anda lakukan pasti akan lebih memiliki nilai bagi kemanusiaan, kemasyarakatan dan kebangsaan.

Terima kasih untuk perhatiannya, juga terima kasih kepada redaksi yang berkenan mempublikasikan Surat Pembaca ini.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Media Indonesia, Selasa, 30 Mei 2006, Halaman 22)

Menulis Surat Pembaca Untuk Kehidupan Masyarakat Yang Lebih Baik

Pada saat ini negara seolah-olah tidak bertuan. Memang ada pemerintahan, tetapi rasa kenyamanan dan keamanan sangat sulit didapatkan lagi. Jika membaca berita, hukum dan keadilan pun hanya dimiliki oleh orang-orang berkantung tebal. Belum lagi, bertumpuknya fakta-fakta mengenai kesejahteraan rakyat yang rasanya berlari menjauhi kita.

Tentu saja kita tidak boleh berputus asa, lantas berdiam diri, dan tidak melakukan apa-apa. Jangan pula kita menambah beban persoalan bangsa dengan perbuatan negatif. Sebaiknya, dengan kepala dingin, tetap berpikir positif, dan berorientasi kepada solusi, Anda mulai menulis Surat Pembaca. Ya, menulis apa saja, segala hal yang bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyakarat yang lebih baik.

Kalau Anda belum bisa menulis Surat Pembaca atau Anda adalah penulis Surat Pembaca, bergabunglah sebagai Warga Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJak), yaitu Komunitas Penulis Surat Pembaca Jakarta. Caranya gampang saja : tulis Nama, Alamat dan Email, kirim SMS ke 0855-7777888, atau kirim email ke infojejak@yahoo.com.

Tim Relawan JEJak akan sharing dan berdiskusi dengan Anda, mengenai bagaimana menulis Surat Pembaca yang menembus Media. Bahkan jika Anda pun mengalami (berbagai) masalah ? kami pun bersedia membantu Anda untuk menyelesaikannya hanya melalui Surat Pembaca.

Sekedar informasi, JEJak didirikan tanggal 21 April 2006, bertepatan dengan hari ulang tahun Raden Ajeng Kartini – yang juga dikenal sebagai seorang apostoholik atau tokoh yang gemar sekali tulis-menulis surat. Bos Epistoholik Indonesia (EI) Bambang Haryanto melalui pesan singkat juga berkomentar sebagai ide dan pemilihan nama yang bagus.

Saatnya Anda juga bergabung sebagai Warga JEJak, dan mulai menulis Surat Pembaca sebagai partisipasi warga negara yang baik, untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik. Terima kasih.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Berita Kota, Senin, 1 Mei 2006, Halaman 10. Judul : Solusi Lewat Surat Pembaca)

Pemda Bogor Harus Tingkatkan Kepedulian Terhadap Usaha Mikro

Beberapa hari ini para pedagang kaki lima (termasuk tukang Koran) di Bogor sedang dilanda keresahan yang amat sangat. Penyebabnya, apa lagi kalau bukan karena praktek penggusuran yang sangat ditakuti oleh mereka.

Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya menggembirakan, memiliki tempat usaha bukanlah persoalan yang gampang. Apalagi mencari pekerjaan yang mapan. Oleh karenanya menjadi wirausaha mandiri dalam skala mikro, seperti tukang koran, tukang rokok, tukang semir, atau pun tukang dagang makanan keliling (atau mangkal/menunggu lapak) menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar.

Masalahnya kebebasan berusaha bukan pula persoalan yang gampang di Bogor. Peraturan Daerah (Perda) No 13 Tahun 2005 telah memupus harapan pada wirausaha mikro ini. Media massa menulis, sekitar 3000-an agen dan pengecer koran akan gulung tikar karena tergusur oleh peraturan tersebut.

Pertanyaannnya, apakah Pemda Bogor sudah mempersiapkan dampak sosial dan ekonomis, atas diperlakukannya Perda tersebut ? kalau sudah, sejauh mana rencana bisnis yang akan diimplementasikan kepada mereka ?

Terus terang, untuk hidup di jaman yang serba susah ini bukanlah perkara yang gampang, termasuk menjadi wirausaha mandiri berskala mikro. PHK yang dilakukan perusahaan telah menyebabkan semua pengangguran berbondong-bondong masuk menjadi wirausaha mikro. Akibatnya persaingan menjadi sangat ketat. Belum selesai warga mengkonsolidasikan permasalahan ekonomi internal, kini penggusuran dengan getol dilakukan oleh Pemda.

Harapan kami, semoga Pemda Bogor dapat segera memberikan penjelasan di mana saja tempat-tempat yang bebas penggusuran, sehingga para tukang koran dan usaha mikro lainnya dapat berjualan dengan tenang, tanpa harus ketakutan kalau-kalau ada penggusuran secara mendadak dan tiba-tiba. Dengan demikian, kepastian berusaha bagi para tukang koran semakin jelas.


(Surat Pembaca ini dimuat Harian Media Indonesia, Rabu, 19 April 2006. Halaman 16)

Tuesday, April 10, 2007

Pengalaman Anda, Berharga Buat Orang Lain

Menulis ternyata bisa memberikan efek kesehatan yang baik bagi kita. Setidaknya, itulah yang disampaikan oleh Fatima Mernissi, penulis wanita buku terkenal Beyond the Veil. Penulis Hernowo (2006) dalam buku Quantum Writing juga mencatat beberapa manfaat menulis, yaitu :

· Bisa mengencangkan kulit wajah. Dengan coretan pertama di atas kertas kosong, kantung di bawah mata akan lenyap dan kulit merasa segar.
· Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan yang lebih baik.
· Menulis tentang hal-hal negatif akan memberikan pelepasan emosional yang membangkitkan rasa puas dan lega.

Nah, dalam rangka Ulang Tahun Pertama Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJak) atau Komunitas Penulis Surat Pembaca Media Cetak, kami mengundang partisipasi teman-teman yang pernah menulis Surat Pembaca untuk berbagi kegembiraan dan pengalamannya mengenai kisah berkesan Anda ketika menulis Surat Pembaca.

Mohon kisah Anda dikirim melalui email : infojejak@yahoo.com, dan untuk selanjutnya kisah Anda akan dimasukkan dalam weblog http://kisahsuratpembaca.blogspot.com sehingga akan menjadi pencerahan bagi siapa saja yang ingin belajar menulis Surat Pembaca.

Semoga, semakin banyak menulis, Indonesia semakin sehat,

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Pontianak Pos, Selasa 10 April 2007).