Monday, April 23, 2007

Resuffle Kabinet Harus Membawa Kebaikan

Rencana resuffle kabinet oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata disikapi publik secara beragam. Banyak pengamat yang menilainya sebagai resuffle bimbang, karena implementasinya sangat lambat dari perkiraan publik.

Namun terlepas dari apapun harapan publik, resuffle kabinet, sesungguhnya merupakan hak Presiden SBY untuk mengeksekusinya secara bijaksana. Terus terang, pilihan presiden utk melakukan resuffle kabinet ini merupakan momentum penting karenanya harus membawa kebaikan bagi bangsa dan rakyat Indonesia.

Selama ini, ternyata rakyat Indonesia dikelola oleh pemerintahan yang menteri-menterinya banyak yang sakit. Bukan itu saja, sejumlah menteri juga diberitakan bermasalah sehingga dianggap tidak memiliki komitmen yang baik untuk penegakan hukum yang berkeadilan.

Tidak mengherankan, meskipun pencitraan pemerintahan yang bersih digemboar-gemborkan, namun nuansa penegakan hukum yng tebang pilih, sangat kental dirasakan.
Kinilah saatnya Presiden SBY diuji kembali untuk membuat keputusan strategis melakukan resuffle kabinet yang bersandarkan kepada hati nurani rakyat.

Tujuannya, agar SBY mampu memilih menteri-menteri yang juga berhati nurani rakyat utk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan sosial. Jangan lagi kita dikelola oleh orang yang sakit, maupun dipimpin oleh mereka yang bermasalah dengan persoalan hukum, apalagi memiliki track record buruk. indonesia.

Marilah kita dukung Presiden SBY untuk melakukan resuffle kabinet, sepanjang membawa kebaikan bagi bangsa dan rakyat Indonesia.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Berita Kota, Kamis, 25 April 2007).

Thursday, April 12, 2007

Kasus IPDN Lebih Besar dari Sekedar Persoalan Kriminal

Kasus penganiayaan -- mungkin lebih tepat pembunuhan – terhadap Cliff Muntu, praja (siswa) tingkat II Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tidak cukup diselesaikan secara kriminal maupun pemotongan siswa satu generasi. Akar persoalan yang membelit IPDN pasti jauh lebih besar dari sekedar persoalan kriminal.

Melokalisir persoalan IPDN pada sebatas masalah kriminal biasa dan pemotongan satu generasi, hanya menyelesaikan persoalan di permukaan, tetapi tidak menyelesaikan secara menyeluruh. Penyelesaian masalah kriminal saja, bisa berulang pada kasus-kasus kriminal berikutnya.

Kasus IPDN mengundang pertanyaan, kemana larinya hari nurani para siswa IPDN yang menganiaya sesama siswa yang sama-sama berangkat dari kampung halamannya ? Dalam pikiran kita, siswa yang pergi merantau biasanya memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, mengapa hal demikian tidak terjadi di IPDN ?

Penyebabnya, pasti IPDN memiliki sistem pendidikan yang salah, dan system itu masih dilestarikan oleh pemerintah RI. Sangat sulit diterima akal sehat kita, bagaimana mungkin siswa lugu yang berasal dari kampung tiba-tiba menjadi beringas, dan sukses menjadi pembunuh. Dan, itu terjadi setelah mereka masuk dalam sistem pendidikan di IPDN.

Oleh sebab itu, kalau IPDN tidak dibubarkan atau tetap akan dipertahankan keberadaanya, sebaiknya pemerintah (dalam hal ini Depdagri dan Depdiknas) segera merubah sistem pendidikan yang ada, secara menyeluruh dengan orientasi menghasilkan birokrat yang menerapkan prinsip-prinsip good governance, dan dijauhkan dari sikap premanisme dan korupsi.

Sedangkan, penyelesaian secara hukum, tidak cukup pada pihak-pihak yang melakukan penganiayaan saja, tetapi sebaiknya menyeret langsung para pejabat IPDN yang terbukti tidak mampu menjaga keselamatan siswa. Dengan demikian, mudah-mudahan, tidak ada lagi siswa yang kehilangan nyawa secara sia-sia.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Sinar Harapan, Jumat, 13 April 2007).

Siapa Peduli Loper?

Boleh dikatakan, tiada hari tanpa loper. Itulah profesi yang dilakukan oleh para loper pemasar berbagai produk media cetak: surat kabar, tabloid, dan majalah. Terbitnya koran setiap hari pagi dan sore) dipastikan akan menyulitkan para loper untuk beristirahat sejenak.

Mengapa demikian? Loper memahami betul falsafah time is money. Jika mengambil libur, otomatis penghasilannya pun ikut libur. Begitulah beban berat yang dipikul loper. Padahal sebagai manusia biasa, loper pun harus memiliki kesempatan dan waktu untuk libur dan bersukacita bersama keluarganya.

Oleh sebab itu, adanya Loper's Day yang diprakarsai oleh Yayasan Loper Indonesia (YLI) sangat membantu loper untuk melepas kepenatan sementara. Cita-cita YLI yang ingin memberikan sukacita dan kegembiraan kepada para loper, tentunya harus didukung bersama-sama.

Masa depan loper memang bukan hanya menjadi tanggung jawab dirinya sendiri. Semua pihak -termasuk penerbit yang memiliki produk, pemerintah yang memiliki space lapak untuk berjualan- juga harus turut berpartisipasi untuk menyejahterakan para loper ini. Demikian juga konsumen media cetak yang memperoleh manfaat langsung mendapatkan informasi via perantaraan loper, perlu memiliki kepedulian yang sama.

Melalui Loper's Day 2007, kami hanya bisa menyampaikan terima kasih kepada Sang Loper, pahlawan penyalur informasi, dan juga kepada mereka yang peduli untuk memberikan suka cita kepada loper. Semoga loper Indonesia semakin jaya!

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Suara Pembaruan, Senin, 26 Maret 2007)

Air Sumber Kehidupan

Begitu banyaknya manfaat air bagi kehidupan manusia, membuat kita seringkali menyepelekan kehadirannya di lingkungan kita. Kita baru peduli terhadap air, tatkala menyaksikan atau mengalami sendiri bencana yang diakibatkan oleh air : kekeringan, air pam mati, kehausan, saluran air yang tersendat, bahkan banjir.

Kita sering lupa bahwa bahaya yang dibawa oleh air juga berasal dari ulah manusia sendiri. Kita seringkali tidak amanah dalam menjaga dan melestarikan alam di hulu sana . Penggundulan hutan yang semena-mena dan betonisasi daerah resapan air menjadi akar semua masalah yang berkaitan dengan air – yang sesungguhnya juga sudah kita ketahui bersama.

Oke, kita tidak usaha saling menyalahkan. Justeru mari membangun kesadaran bersama untuk menyelamatkan air demi masa depan kehidupan anak-cucu kita, melalui upaya pelestarian alam dan lingkungannya. Selamat Hari Air Sedunia, di bulan Maret 2007 ini.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Suara Karya, 13 Maret 2007).

Mengapa Bang Yos Disalahkan ?

Banjir belum surut semuanya, namun tudingan demi tudingan yang bernada menyalahkan sudah mulai ramai disampaikan oleh para opinion leader. Baik, dari kalangan masyarakat, maupun dari kalangan partai dan lembaga swadaya masyarakat. Bahkan, sampai ada yang sampai menggelar demo banjir segala.

Seperti biasa, tudingan diarahkan telak kepada Sutiyoso alias Bang Yos, Gubernur DKI Jakarta yang bertanggungjawab terhadap permasalahan di kota metropolitan ini. Persoalannya, apakah dengan menyalahkan Bang Yos, kemudian banjir akan mereda, dan tidak akan ada banjir lagi ?

Banjir saat ini maupun banjir bandang yang (mudah-mudahan tidak) terjadi di masa mendatang dapat dipastikan tidak mungkin bisa diselesaikan oleh Pemda DKI semata-mata. Peran serta masyarakat yang berada di daerah rawan banjir pun perlu terlibat aktif, melakukan antisipasi menjelang banjir. Simulasi antisipasi banjir perlu dilakukan, di saat-saat tidak banjir agar pada saat terjadi bencana, jumlah korban pun bisa diminimalisir.

Pemerintah pusat juga harus “nyemplung” dan turun tangan melakukan koordinasi antar wilayah, karena asal-usul dan penyebab banjir bukan hanya disebabkan oleh orang-orang maupun sumber daya alam di Jakarta saja. Adanya banjir kiriman dari Bogor, Cianjur atau Depok memerlukan koordinasi dengan pemerintahan di daerah setempat untuk melakukan antisipasi banjir dengan jalan memperbaiki infrastruktur di wilayah tersebut. Begitu juga jika sungai terbesar di Tangerang meluap, imbasnya juga ke Jakarta.

Bang Yos dalam berbagai kesempatan menggulirkan ide penanganan masalah ibukota secara megapolitan. Artinya, perlu ada penanganan terpadu antar wilayah di Jabodetabek agar persoalan-persoalan di ibukota dapat diselesaikan lebih cepat dan lebih baik. Koordinasi antar wilayah yang menjadi daerah penyangga ibukota harus dilakukan, untuk menghapus egoisme wilayah yang hanya menambah beban persoalan ibukota.

Peranan pemerintah pusat dalam konteks megapolitan ini tentu sangat diperlukan, namun sayangnya partisipasinya masih nol besar. Melihat kenyataan ini, haruskah Bang Yos menanggung beban semua kesalahan di akhir masa jabatannya ini ? Tentu tidak. Lebih bijak kita semua berpikir jernih untuk mencari solusi terbaik mengatasi banjir dan permasalahan ibukota lainnya.

(Surat Pembaca ini dimuat di Koran Tempo, Senin, 12 Februari 2007, Halaman A 11.)

Stop Sengketa dan Perdebatan, Mari Bantu Korban Gempa

Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJak) atau Komunitas Penulis Surat Pembaca Se-Jabodetabek, bersama ini menghimbau kepada seluruh komponen bangsa, untuk melakukan tindakan nyata sebagai berikut :

Pertama, menghentikan melakukan tindakan provokatif yang menjurus kepada persengketaan dan perdebatan yang tidak produktif – yang tentunya hanya menjadi beban bangsa.

Kedua, marilah semua pihak yang bersengketa atau berbeda pandangan untuk bersama-sama, bahu-membahu membantu korban gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah, melalui tindakan nyata

Ketiga, segala upaya yang Anda lakukan pasti akan lebih memiliki nilai bagi kemanusiaan, kemasyarakatan dan kebangsaan.

Terima kasih untuk perhatiannya, juga terima kasih kepada redaksi yang berkenan mempublikasikan Surat Pembaca ini.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Media Indonesia, Selasa, 30 Mei 2006, Halaman 22)

Menulis Surat Pembaca Untuk Kehidupan Masyarakat Yang Lebih Baik

Pada saat ini negara seolah-olah tidak bertuan. Memang ada pemerintahan, tetapi rasa kenyamanan dan keamanan sangat sulit didapatkan lagi. Jika membaca berita, hukum dan keadilan pun hanya dimiliki oleh orang-orang berkantung tebal. Belum lagi, bertumpuknya fakta-fakta mengenai kesejahteraan rakyat yang rasanya berlari menjauhi kita.

Tentu saja kita tidak boleh berputus asa, lantas berdiam diri, dan tidak melakukan apa-apa. Jangan pula kita menambah beban persoalan bangsa dengan perbuatan negatif. Sebaiknya, dengan kepala dingin, tetap berpikir positif, dan berorientasi kepada solusi, Anda mulai menulis Surat Pembaca. Ya, menulis apa saja, segala hal yang bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyakarat yang lebih baik.

Kalau Anda belum bisa menulis Surat Pembaca atau Anda adalah penulis Surat Pembaca, bergabunglah sebagai Warga Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJak), yaitu Komunitas Penulis Surat Pembaca Jakarta. Caranya gampang saja : tulis Nama, Alamat dan Email, kirim SMS ke 0855-7777888, atau kirim email ke infojejak@yahoo.com.

Tim Relawan JEJak akan sharing dan berdiskusi dengan Anda, mengenai bagaimana menulis Surat Pembaca yang menembus Media. Bahkan jika Anda pun mengalami (berbagai) masalah ? kami pun bersedia membantu Anda untuk menyelesaikannya hanya melalui Surat Pembaca.

Sekedar informasi, JEJak didirikan tanggal 21 April 2006, bertepatan dengan hari ulang tahun Raden Ajeng Kartini – yang juga dikenal sebagai seorang apostoholik atau tokoh yang gemar sekali tulis-menulis surat. Bos Epistoholik Indonesia (EI) Bambang Haryanto melalui pesan singkat juga berkomentar sebagai ide dan pemilihan nama yang bagus.

Saatnya Anda juga bergabung sebagai Warga JEJak, dan mulai menulis Surat Pembaca sebagai partisipasi warga negara yang baik, untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik. Terima kasih.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Berita Kota, Senin, 1 Mei 2006, Halaman 10. Judul : Solusi Lewat Surat Pembaca)

Pemda Bogor Harus Tingkatkan Kepedulian Terhadap Usaha Mikro

Beberapa hari ini para pedagang kaki lima (termasuk tukang Koran) di Bogor sedang dilanda keresahan yang amat sangat. Penyebabnya, apa lagi kalau bukan karena praktek penggusuran yang sangat ditakuti oleh mereka.

Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya menggembirakan, memiliki tempat usaha bukanlah persoalan yang gampang. Apalagi mencari pekerjaan yang mapan. Oleh karenanya menjadi wirausaha mandiri dalam skala mikro, seperti tukang koran, tukang rokok, tukang semir, atau pun tukang dagang makanan keliling (atau mangkal/menunggu lapak) menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar.

Masalahnya kebebasan berusaha bukan pula persoalan yang gampang di Bogor. Peraturan Daerah (Perda) No 13 Tahun 2005 telah memupus harapan pada wirausaha mikro ini. Media massa menulis, sekitar 3000-an agen dan pengecer koran akan gulung tikar karena tergusur oleh peraturan tersebut.

Pertanyaannnya, apakah Pemda Bogor sudah mempersiapkan dampak sosial dan ekonomis, atas diperlakukannya Perda tersebut ? kalau sudah, sejauh mana rencana bisnis yang akan diimplementasikan kepada mereka ?

Terus terang, untuk hidup di jaman yang serba susah ini bukanlah perkara yang gampang, termasuk menjadi wirausaha mandiri berskala mikro. PHK yang dilakukan perusahaan telah menyebabkan semua pengangguran berbondong-bondong masuk menjadi wirausaha mikro. Akibatnya persaingan menjadi sangat ketat. Belum selesai warga mengkonsolidasikan permasalahan ekonomi internal, kini penggusuran dengan getol dilakukan oleh Pemda.

Harapan kami, semoga Pemda Bogor dapat segera memberikan penjelasan di mana saja tempat-tempat yang bebas penggusuran, sehingga para tukang koran dan usaha mikro lainnya dapat berjualan dengan tenang, tanpa harus ketakutan kalau-kalau ada penggusuran secara mendadak dan tiba-tiba. Dengan demikian, kepastian berusaha bagi para tukang koran semakin jelas.


(Surat Pembaca ini dimuat Harian Media Indonesia, Rabu, 19 April 2006. Halaman 16)

Tuesday, April 10, 2007

Pengalaman Anda, Berharga Buat Orang Lain

Menulis ternyata bisa memberikan efek kesehatan yang baik bagi kita. Setidaknya, itulah yang disampaikan oleh Fatima Mernissi, penulis wanita buku terkenal Beyond the Veil. Penulis Hernowo (2006) dalam buku Quantum Writing juga mencatat beberapa manfaat menulis, yaitu :

· Bisa mengencangkan kulit wajah. Dengan coretan pertama di atas kertas kosong, kantung di bawah mata akan lenyap dan kulit merasa segar.
· Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan yang lebih baik.
· Menulis tentang hal-hal negatif akan memberikan pelepasan emosional yang membangkitkan rasa puas dan lega.

Nah, dalam rangka Ulang Tahun Pertama Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJak) atau Komunitas Penulis Surat Pembaca Media Cetak, kami mengundang partisipasi teman-teman yang pernah menulis Surat Pembaca untuk berbagi kegembiraan dan pengalamannya mengenai kisah berkesan Anda ketika menulis Surat Pembaca.

Mohon kisah Anda dikirim melalui email : infojejak@yahoo.com, dan untuk selanjutnya kisah Anda akan dimasukkan dalam weblog http://kisahsuratpembaca.blogspot.com sehingga akan menjadi pencerahan bagi siapa saja yang ingin belajar menulis Surat Pembaca.

Semoga, semakin banyak menulis, Indonesia semakin sehat,

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Pontianak Pos, Selasa 10 April 2007).