Thursday, October 4, 2007

Hati-Hati Jika Pulang Kampung Pakai Sepeda Motor

Hari Raya Idul Fitri tinggal hitungan hari. Semua pihak pasti sedang mempersiapkan segala hal untuk menyambut Hari Kemenangan ini bersama sanak-saudara. Bagi yang akan mudik atau pulang kampung pun pasti persiapannya tentu harus benar-benar matang, apalagi yang mengambil keputusan untuk pulang kampung naik motor.

Menurut catatan media, diperkirakan 2,4 juta pemudik tahun ini akan menggunakan sepeda motor. Sehingga bisa dibayangkan seperti apa suasana jalan-jalan di sepanjang jalur yang akan dilalui oleh pemudik bermotor roda dua ini. Yang juga harus diwaspadai asebenarnya adalah tingkat kerawanan kecelakaan, serta suhu udara yang diperkirakan lebih panas dibandingkan dengan tahun lalu.

Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar perjalanan dengan sepeda motor bisa lebih aman dan nyaman. Pertama, kondisi fisik pengendara harus sehat dan fit. Perjalanan jauh akan sangat melelahkan, selain itu terpaan angin yang sangat kencang seiring dengan laju kecepatan berkendara, juga bisa menyebabkan badan tidak sehat.

Kedua, kondisi sepeda motor kita juga harus fit, soalnya perjalanan mudik bisa terhambat jika kendaraan kita bermasalah.Ada baiknya, sebelum mudik sepeda motor Anda dibawa ke bengkel resmi untuk dicek kesiapannya. Ketiga, sebaiknya Anda menggunakan jaket pengaman dan helm yang full face serta sarung tangan yang memadai dan jangan membawa barang bawaan terlalu banyak.

Tentu saja yang juga tidak kalah penting adalah meningkatkan kewaspadaan dan ekstra hati-hati karena kecelakaan bisa menimpa siapa saja, di mana saja. Oleh sebab itu, dengan diiringi doa dan mohon ijin Tuhan Yang Maha Baik, semoga Anda bisa selamat sampai di tempat tujuan, kampung halaman. Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Thursday, August 30, 2007

Jangan Adili Penulis Surat Pembaca

Konsumen yang menulis komplain surat pembaca di media cetak biasanya ditanggapi dengan baik oleh produsen dengan membalas surat pembaca yang sama dengan tambahan pernyataan mohon maaf dan terima kasih. Namun demikian, akhir-akhir ini ada kecenderungan produsen yang tidak puas, juga melakukan gugatan ke pengadilan dengan berbagai argumentasi.

Tindakan kriminalisasi produsen terhadap konsumen yang menulis surat pembaca ini sangat disayangkan. Seharusnya produsen menggunakan mekanisme Hak Jawab dan atau Hak Koreksi – sesuai dengan UU Pokok Pers. Sepanjang produsen mempunyai data dan fakta yang cukup untuk membuktikan bahwa pemberitaan tersebut tidak benar, maka ia akan mampu memulihkan nama baiknya.

Bagi produsen, menggunakan mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi merupakan hal yang fair, efektif, professional, dan sangat dihargai. Komunitas pembaca juga akan memberikan penghargaan yang tinggi atas kejujuran dan kesatriaan dalam menyelesaikan permasalahan secara fair dan professional. Sehingga -– meskipun punya uang –- sebenarnya produsen tidak perlu menghabiskan energi, waktu, dan biaya yang tidak perlu, dengan mengajukan penyelesaian permasalahan yang muncul akibat penulisan surat pembaca, ke tempat lainnya.

Dalam perspektif marketing dan komunikasi bisnis, tindakan melakukan kriminalisasi terhadap penulis surat pembaca justeru bisa kontra produktif. Selain menimbulkan kebencian dari para konsumen yang juga dirugikan, juga bisa menimbulkan bencana korporasi bila para penulis surat pembaca lainnya turut bersimpati merasakan ‘penganiayaan’ yang dilakukan produsen. Bukan tidak mungkin media cetak mem-blow-up persoalan ini, dan memancing penulis surat pembaca lainnya untuk melakukan solidaritas.

Rasanya, tidak mungkin penulis surat pembaca untuk menghancurkan produsen. Mereka menulis surat pembaca umumnya karena merasa didzolimi atau pun dirugikan baik secara material maupun non material. Paling maksimal tuntutannya adalah ganti rugi – sesuatu garansi yang sebenarnya wajar diberikan oleh produsen kepada konsumennya.

Oleh sebab itu, para penulis surat pembaca pun tidak perlu ciut dan kecil hati sehingga ragu-ragu untuk menulis surat pembaca hanya karena takut digugat atau diadukan ke pengadilan. Sepanjang menulis berdasarkan realita dan cita-cita untuk memperbaiki keadaan yang berguna bagi kepentingan maryarakat luas, tentunya tidak masalah. Bahkan, ini juga berarti Anda berhati mulia karena turut melakukan pengawasan, kritik dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum – yang juga merupakan amanat pers.

Surat Pembaca ini dimuat di Harian Sinar Harapan, Kamis, 30 Agustus 2007.

Sunday, August 19, 2007

Siapa Peduli Wirausahawan Mikro ?

Kasihan para wirausahawan mikro (tukang koran, tukang permen, usaha kaki lima) dengan modal kecil. Mereka tidak mampu membayar sewa, sehingga hal yang sangat mungkin dilakukan adalah menggelar dagangannya di lapak-lapak pinggir jalan. Mungkin, terlihat kurang rapi, tetapi siapa yang peduli ?

Para wirausaha mikro tersebut belum tentu salah, apalagi kalau Pemda tidak menyediakan lahan gratis (atau minimal semurah mungkin) kepada mereka. Padahal, para wirausahawan mikro tersebut hanya berjuang untuk bisa menafkahi keluarganya, dan itu pun tidak gampang. Mengapa ? penyebabnya banyak hal. Ini, beberapa diantaranya.

Pertama, soal persaingan. Mereka harus bersaing antar teman untuk berebut lahan untuk menggelar barang dagangannya. Apalagi bila barang dagangan yang dijual sama, tentu persoalan kecil bisa memperuncing hubungan antar teman sesama wirausawan mikto. Belum lagi, jika tidak memperoleh lahan, pastilah terbayang, akan pulang dengan tangan hampa.

Kedua, soal petugas. Berjualan di tempat-tempat “terlarang” meskipun sudah memberikan tips untuk oknum, tetap saja setiap saat was-was diuber-uber petugas – yang juga sesama rakyat kecil. Ketidaknyamanan ini nyaris menjadi teman dan sahabat para wirausahawan mikro setiap hari. Tentu akan menjadi kemewahan, bila perasaan negatif ini bisa disingkirkan.

Begitulah, persoalan yang dihadapi oleh para wirausahawan mikro – yang perannya terlihat jelas, tetapi penghargaannya sangat minimal – ini tidak gampang. Pemda sendiri, tidak memiliki action plan yang menjadi solusi bagi mereka. Meskipun terlambat, saatnya Pemda melakukan konsentrasi terhadap penataan tempat-tempat yang strategis untuk digunakan sebagai lahan untuk berjualan pada usaha mikro.

Bila perlu Pemda melakukan negosiasi terhadap pemilik lahan-lahan kosong di tempat perkotaan untuk “digunakan sementara” oleh para wirausaha mikro. Daripada dibiarkan menganggur dan tidak ada nilai manfaatnya. Apalagi nasib “jatah lahan” untuk para wirausahawan mikro yang kabarnya disediakan oleh para pengembang semakin tidak kelihatan komitmennya.

Tolonglah, berikan ruang untuk bisa mencari nafkah bagi wirausahawan mikro. Terima kasih.

Surat Pembaca ini dimuat di Situs Rakyat Merdeka, Minggu, 19 Agustus 2007.

Sunday, August 12, 2007

Harapan Untuk Gubernur dan Wakil GubernurDKI yang Baru

Meskipun Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) belum mengumumkan secara resmi siapa yang menjadi Gubernur dan Wakil Gubenur yang akan memimpin DKI Jakarta, namun perhitungan cepat atau quick count berbagai lembaga survey terkemuka telah memastikan pasangan Fauzi Bowo dan Pijanto sebagai gubernur yang baru. Artinya, pengumuman KPUD nanti pasti tidak akan jauh beda dengan hasil survey tersebut.

Kemenangan Bang Fauzi/Mas Pri tentu membawa harapan baru bagi warga Jakarta. Yang sangat mendasar, tentunya Gubernur/Wagub baru diharapkan mampu memberi rasa nyaman serta mampu mensejahterakan warganya.

Kenyamanan harus diupayakan agar terciptanya rasa aman, tertib, tentram, dan damai. Kedamaian adalah harapan semua warga Jakarta, karena warga dapat merasakan sebuah suasana yang kondusif sehingga terbentuk harmonisasi warga, tanpa ada gesekan sosial yang dapat merusak keharmonisan.

Kesejahteraan masyarakat juga harus dapat diupayakan lebih baik, sehingga warga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara berkecukupan. Gubernur/Wagub baru harus mampu mewujudkan derajat kehidupan penduduk Jakarta yang sehat, layak, dan manusiawi.

Tentu saja, semua warga Jakarta ingin agar Bang Fauzi dan Mas Pri dapat merealisasikan harapan-harapan tersebut. Syukur-syukur bisa direalisasikan dalam waktu dekat karena warga Jakarta pasti akan mendukung pemimpin yang juga memikirkan nasib masyarakatnya. Mudah-mudahan.

Surat Pembaca ini dumuat di Rakyat Merdeka Dotcom, Kamis, 9 Agustus 2007.

Wednesday, August 1, 2007

Solidaritas Untuk Loper Media Cetak

Entah apa yang ada dalam pikiran Pandu Keadilan PKS sehingga mereka tega “menganiaya” rakyat kecil yaitu loper media cetak – yang sering dipanggil pengecer koran atau tukang koran. Seharusnya, loper-loper itu bisa berjualan untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya, namun karena dia dibawa ke Kantor Polisi Polsek Duren Sawit terpaksa roda ekonominya berhenti sejenak. Hal itu terjadi hanya gara-gara loper-loper itu mengedarkan tabloid Jakarta Untuk Semua.

Terus terang, berita di media ini soal dibawanya loper koran ke kantor polisi mengundang banyak pertanyaan. Mengapa Pandu Keadilan PKS bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat kecil ? Di manakah nurani kepanduan dan keadilannya, kok bisa-bisanya mereka bertindak demikian ? Bukankah kegiatan tangkap-menangkap hanya bisa dilakukan oleh aparat hukum -- itupun harus dengan kasus yang jelas ? Bukankah ada Dewan Pers yang akan menindak tabloid tersebut, jika yang dipermasalahkan isi tabloid?

Sesungguhnya mencari nafkah sebagai loper pun tidak gampang. Berjualan di tempat umum juga tidak nyaman karena seringkali diuber-uber tramtib. Padahal jika aman berjualan pun belum tentu laku – apalagi jika hujan mengguyur. Kini, ancaman yang lebih besar menghadang para loper, karena dengan kejadian kemarin membuktikan bahwa siapa saja ternyata bisa mengganggu loper.

Sebagai bentuk solidaritas kita kepada loper, marilah kita melindungi dan memberikan keadilan kepada rakyat kecil. Apabila ada pelanggaran hukum dalam penerbitannya, biarlah polisi dan Dewan Pers yang menuntaskannya. Tindakan main hakim sendiri, sungguh bukan tindakan yang bijaksana karena hanya memperparah periuk nasi para loper. Mudah-mudahan kejadian tragis yang menimpa loper tidak terulang lagi.

Solidaritas untuk Guru “Killer“ dari Bulungan

Hari-hari ini pastilah hari yang menyesakkan dada bagi seorang AR, guru salah satu SMU di Bulungan ( Jakarta ). Beberapa waktu lalu, hampir semua siswa-siswinya menggelar aksi demo menuntut pemecatan guru tersebut yang dianggap "killer" oleh mereka. Yang mengundang keprihatinan kita, dalam bidikan kamera media cetak siswa-siswi SMU Bulungan terlihat bangga dapat melakukan aksi tersebut.

Padahal dengan aksinya itu -- entah disadari atau tidak – secara beramai-ramai mereka telah melakukan penganiayaan ekonomi yang lebih besar kepada guru tersebut dan keluarganya. Rasanya tidak mungkin seorang guru memiliki niat jahat bagi siswa-siswanya. Kalau pun galak pastilah motivasinya baik – yaitu untuk menegakkan kedisiplinan agar kelak anak didiknya menjadi orang yang sukses.

Wajar, jika kita heran mengapa Kepala Sekolah tidak bisa mendeteksi persoalan ini secara lebih dini ? Bukankah masalah tersumbatnya kreatifitas siswa dapat diselesaikan di forum guru atau forum musyawarah yang juga harusnya menyelesaikan aneka masalah siswa - guru ? Mengapa hal demikian, tidak berjalan baik ?

Jika aksi siswa-siswinya kemudian sukses menggusur guru “killer” tersebut, inilah tanda-tanda kehancuran dunia pendidikan nasional kita. Apalagi jika aksi demo siswa-siswi SMU tersebut menginspirasi dan menyemangati siswa-siswa sekolah lainnya untuk melakukan hal yang sama. Bukan tidak mungkin, nantinya siswa-siswa dengan dukungan finansial orangtua murid dapat seenaknya menggusur guru-guru yang “killer” atau yang tidak disukai.

Akibatnya, yang tersisa hanyalah guru-guru yang duduk manis dengan Kepala Sekolah yang kehilangan solidaritas korps guru dan minim jiwa kepemimpinan. Akibatnya, kita akan semakin kesulitan mencari pendidik yang berwibawa -- yang seharusnya menjadi panutan kita semua. Entah apa jadinya wajah pendidikan kita nanti...

Surat Pembaca ini dimuat di Harian IndoPos, Rabu (1 Agustus 2007), halaman 4.

Monday, July 23, 2007

Solidaritas Untuk Mardian,Pemulung dan Pengamen Jalanan

Bahaya terus mengintai anak jalanan. Mardian (13 tahun) – bocah pemulung kejang-kejang dan tak sadarkan diri setelah dipukuli para preman. Pengamen jalanan itu dianiaya di kawasan Pegangsaan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dia dipukuli secara bergantian di kepala, leher, dan punggung. Hanya karena Mardian ogah memberikan upeti setelah memulung besi di kawasan yang dikuasai preman itu.

Begitulah media cetak menggambarkan nasib tragis pemulung yang tinggal bersama neneknya (75 tahun), karena sudah ditinggal ayahnya ke alam baka, sementara ibunya kawin lagi dan kini entah dimana. Kami sungguh bersedih dan prihatin karena premanisme sudah memakan korban anak-anak yang berjuang menghidupi diri sendiri dan keluargnya. Bisa jadi Mardian tidak sendirian, namun masih banyak lagi Mardian-Mardian lain yang juga memerlukan perhatian kita.

Dalam konteks solidaritas kita kepada Mardian, maka kami menyampaikan beberapa harapan dan himbauan sebagai berikut. Pertama, agar polisi dan pihak-pihak yang berwajib segera melakukan tindakan hukum, dengan menangkap dan memenjarakan para preman yang sangat keterlaluan itu. Kedua, meminta dengan sungguh-sungguh agar pihak Rumah Sakit (RS) Salianti Saroso yang merawat Mardian, agar membebaskan dari segala biaya yang harus ditanggung Mardian dan keluarganya, mengingat kondisi finansialnya benar-benar memerlukan uluran tangan pihak rumah sakit.

Ketiga, kami menghimbau agar para dermawan memberikan solidaritasnya dalam bentuk dukungan moral maupun material kepada Keluarga Mardian. Silahkan menyalurkan bantuan langsung kepadanya atau pun melalui aparat di lingkungannya. Kami mencatat alamat rumah Mardian (sebagaimana dikutip media cetak), yaitu : Kampung Mangga, RT 3 Rw 3, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara.

Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan perhatian kepada anak-anak – baik itu kepada keluarga sendiri maupun keluarga orang lain. Selamat Hari Anak Nasional.

(Surat Pembaca ini dimuat di Harian Republika, 25 Juli 2007).